SELADA's Community

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

5 posters

    Undang-Undang Pers dan ITE

    Descartes
    Descartes
    Magician
    Magician


    Join date : 19.10.09

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by Descartes Thu Jan 07 2010, 17:33

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
    REPUBLIK INDONESIA

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR . TAHUN .
    TENTANG
    INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :
    a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa
    tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
    b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
    informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan
    Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi
    Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat
    guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
    c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah
    menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara
    langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
    d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk
    menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan
    Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
    e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan
    pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
    f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur
    hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman
    untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial
    budaya masyarakat Indonesia;
    g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf
    d, huruf e, dan huruf f perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi
    Elektronik;

    Mengingat :
    Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    Dengan Persetujuan Bersama
    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
    dan
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN:
    Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
    BAB I
    KETENTUAN UMUM


    Pasal 1
    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

    1.
    Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

    2.
    Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

    3.
    Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

    4.
    Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

    5.
    Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

    6.
    Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

    7.
    Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.

    8.
    Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.

    9.
    Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.

    10.
    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.

    11.
    Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.

    12.
    Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

    13.
    Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.

    14.
    Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

    15.
    Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.

    16.
    Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.

    17.
    Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.

    18.
    Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

    19.
    Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.

    20.
    Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.

    21.
    Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.

    22.
    Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

    23.
    Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.


    Pasal 2
    Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
    BAB II
    ASAS DAN TUJUAN



    Pasal 3

    Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
    Pasal 4
    Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
    a.
    mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

    b.
    mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
    kesejahteraan masyarakat;


    c.
    meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

    d.
    membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

    e.
    memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
    penyelenggara Teknologi Informasi.



    BAB III
    INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

    Pasal 5

    1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
    2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
    3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. 4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
    a.
    surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

    b.
    surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.


    Pasal 6
    Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
    Pasal 7
    Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
    Pasal 8
    (1)
    Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.

    (2)
    Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.

    (3)
    Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.

    (4)
    Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:

    a.
    waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;

    b.
    waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.





    Pasal 9
    Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
    Pasal 10
    (1)
    Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.

    (2)
    Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1)
    diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    Pasal 11
    (1)
    Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a.
    data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;

    b.
    data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

    c.
    segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
    penandatanganan dapat diketahui;


    d.
    segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

    e.
    terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan

    f.
    terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan
    persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.




    (2)
    Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    Pasal 12
    (1)
    Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

    (2)
    Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

    a.
    Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;

    b.
    Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;

    c.
    Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:

    1.
    Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau

    2.
    Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan



    d.
    Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.



    (3)
    Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.


    BAB IV
    PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK

    Bagian Kesatu
    Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

    Pasal 13

    (1)
    Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

    (2)
    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.

    (3)
    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:

    a.
    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan

    b.
    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.



    (4)
    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

    (5)
    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.

    (6)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    Pasal 14
    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat
    (5)
    harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:

    a.
    metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;

    b.
    hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan

    c.
    hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.


    Bagian Kedua
    Penyelenggaraan Sistem Elektronik


    Pasal 15

    (1)
    Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

    (2)
    Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.

    (3)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.


    Pasal 16
    (1)
    Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

    a.
    dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;

    b.
    dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan
    Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;


    c.
    dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem
    Elektronik tersebut;


    d.
    dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan

    e.
    memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
    kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.




    (2)
    Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1)
    diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    BAB V
    TRANSAKSI ELEKTRONIK



    Pasal 17

    (1)
    Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.

    (2)
    Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.

    (3)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    Pasal 18
    (1)
    Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.

    (2)
    Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

    (3)
    Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

    (4)
    Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

    (5)
    Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.


    Pasal 19
    Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem
    Elektronik yang disepakati.

    Pasal 20
    (1)
    Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.

    (2)
    Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.


    Pasal 21
    (1)
    Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

    (2)
    Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

    a.
    jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

    b.
    jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau

    c.
    jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.



    (3)
    Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

    (4)
    Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.

    (5)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.


    Pasal 22
    (1)
    Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.

    (2)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    BAB VI
    NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
    DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI



    Pasal 23

    (1)
    Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.

    (2)
    Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.

    (3)
    Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.


    Pasal 24
    (1)
    Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.

    (2)
    Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.

    (3)
    Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan.

    (4)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    Pasal 25
    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi
    karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di
    dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan
    Peraturan Perundang-undangan.

    Pasal 26
    (1)
    Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

    (2)
    Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.


    BAB VII
    PERBUATAN YANG DILARANG



    Pasal 27

    (1)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

    (2)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

    (3)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

    (4)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.


    Pasal 28
    (1)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

    (2)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).


    Pasal 29
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

    Pasal 30
    (1)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

    (2)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

    (3)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.


    Pasal 31
    (1)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

    (2)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

    (3)
    Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

    (4)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    Pasal 32
    (1)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

    (2)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

    (3)
    Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.



    Pasal 33
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
    Pasal 34
    (1)
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:

    a.
    perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;

    b.
    sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.



    (2)
    Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.



    Pasal 35
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

    Pasal 36
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

    Pasal 37
    Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
    BAB VIII
    PENYELESAIAN SENGKETA



    Pasal 38

    (1)
    Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.

    (2)
    Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


    Pasal 39
    (1)
    Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (2)
    Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


    BAB IX
    PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT


    Pasal 40

    (1)
    Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (2)
    Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (3)
    Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.

    (4)
    Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.

    (5)
    Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.

    (6)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


    Pasal 41
    (1)
    Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

    (2)
    Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.

    (3)
    Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.


    BAB X
    PENYIDIKAN

    Pasal 42

    Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
    ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan
    ketentuan dalam Undang-Undang ini.

    Pasal 43
    (1)
    Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

    (2)
    Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1)
    dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (3)
    Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.

    (4)
    Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

    (5)
    Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

    a.
    menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

    b.
    memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;

    c.
    melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

    d.
    melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

    e.
    melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

    f.
    melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

    g.
    melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundangundangan;

    h.
    meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau

    i.
    mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.



    (6)
    Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.

    (7)
    Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.

    (8)
    Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.



    Pasal 44
    Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
    a.
    alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan

    b.
    alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).


    BAB XI
    KETENTUAN PIDANA



    Pasal 45

    (1)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    (2)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    (3)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).


    Pasal 46
    (1)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

    (2)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

    (3)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).


    Pasal 47
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
    Pasal 48
    (1)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

    (2)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

    (3)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


    Pasal 49
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

    Pasal 50
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
    Pasal 51
    (1)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

    (2)
    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).


    Pasal 52
    (1)
    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

    (2)
    Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.

    (3)
    Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.

    (4)
    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.


    BAB XII
    KETENTUAN PERALIHAN



    Pasal 53

    Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
    BAB XIII
    KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 54

    (1)
    Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    (2)
    Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


    Disahkan di Jakarta pada tanggal
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal

    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
    ANDI MATTALATA

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...


    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
    REPUBLIK INDONESIA

    RANCANGAN
    PENJELASAN
    RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR ......TAHUN ....
    TENTANG
    INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


    I. UMUM
    Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
    Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
    Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
    Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
    Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.
    Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
    Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
    Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
    II. PASAL DEMI PASAL
    Pasal 1
    Cukup jelas.


    Pasal 2


    Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. Yang dimaksud dengan "merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
    Pasal 3

    "Asas kepastian hukum" berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
    "Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
    "Asas kehati-hatian" berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
    "Asas iktikad baik" berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
    "Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi" berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
    Pasal 4
    Cukup jelas.

    Pasal 5
    Ayat 1
    Cukup jelas.

    Ayat 2
    Cukup jelas.

    Ayat 3
    Cukup jelas.



    Ayat 4
    Huruf a


    Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.
    Huruf b
    Cukup jelas.



    Pasal 6


    Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.

    Pasal 7

    Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.
    Pasal 8
    Cukup jelas.

    Pasal 9

    Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar" meliputi:
    a.
    informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;

    b.
    informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.


    Pasal 10
    Ayat (1)


    Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.



    Pasal 11
    Ayat (1)


    Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
    Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

    Ayat (2)

    Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
    Pasal 12
    Cukup jelas.

    Pasal 13
    Cukup jelas.

    Pasal 14

    Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.

    Pasal 15
    Ayat (1)


    "Andal" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya.
    "Aman" artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
    "Beroperasi sebagaimana mestinya" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan

    spesifikasinya.


    Ayat (2)

    "Bertanggung jawab" artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.

    Pasal 16
    Cukup jelas.



    Pasal 17
    Ayat (1)


    Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
    Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.

    Ayat (3)
    Cukup jelas.



    Pasal 18
    Ayat (1)
    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).

    Ayat (3)

    Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.

    Ayat (4)

    Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.

    Ayat (5)

    Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness) .
    Pasal 19

    Yang dimaksud dengan "disepakati" dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.
    Pasal 20
    Ayat (1)

    Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password).

    Ayat (2)
    Cukup jelas.

    Pasal 21
    Ayat (1)


    Yang dimaksud dengan "dikuasakan" dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.

    Ayat (3)
    Cukup jelas.

    Ayat (4)
    Cukup jelas.

    Ayat (5)
    Cukup jelas.



    Pasal 22
    Ayat (1)


    Yang dimaksud dengan "fitur" adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.



    Pasal 23
    Ayat (1)


    Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).
    Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.

    Ayat (2)

    Yang dimaksud dengan "melanggar hak Orang lain", misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.

    Ayat (3)

    Yang dimaksud dengan "penggunaan Nama Domain secara tanpa hak" adalah pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.
    Pasal 24
    Cukup jelas.

    Pasal 25


    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang-Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
    Pasal 26
    Ayat (1)


    Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
    a.
    Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.

    b.
    Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.

    c.
    Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.


    Ayat (2)
    Cukup jelas.

    Pasal 27
    Cukup jelas.

    Pasal 28
    Cukup jelas.

    Pasal 29
    Cukup jelas.

    Pasal 30
    Ayat (1)
    Cukup jelas.



    Ayat (2)


    Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan:
    a.
    melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau

    b.
    sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.



    Ayat (3)

    Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.
    Pasal 31
    Ayat (1)


    Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.

    Ayat (3)
    Cukup jelas.

    Ayat (4)
    Cukup jelas.

    Pasal 32
    Cukup jelas.

    Pasal 33
    Cukup jelas.

    Pasal 34
    Ayat (1)
    Cukup jelas.



    Ayat (2)


    Yang dimaksud dengan "kegiatan penelitian" adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang memiliki izin.
    Pasal 35
    Cukup jelas.

    Pasal 36
    Cukup jelas.

    Pasal 37
    Cukup jelas.

    Pasal 38
    Cukup jelas.

    Pasal 39
    Cukup jelas.

    Pasal 40
    Cukup jelas.

    Pasal 41
    Ayat (1)
    Cukup jelas.

    Ayat (2)


    Yang dimaksud dengan "lembaga yang dibentuk oleh masyarakat" merupakan lembaga yang bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.

    Pasal 42
    Cukup jelas.

    Pasal 43
    Ayat (1)
    Cukup jelas.

    Ayat (2)
    Cukup jelas.



    Ayat (3)
    Cukup jelas.

    Ayat (4)
    Cukup jelas.

    Ayat (5)

    Huruf a
    Cukup jelas.

    Huruf b
    Cukup jelas.

    Huruf c
    Cukup jelas.

    Huruf d
    Cukup jelas.

    Huruf e
    Cukup jelas.

    Huruf f
    Cukup jelas.

    Huruf g
    Cukup jelas.



    Huruf h


    Yang dimaksud dengan "ahli" adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut.
    Huruf i
    Cukup jelas.

    Ayat (6)
    Cukup jelas.

    Ayat (7)
    Cukup jelas.

    Ayat (8)
    Cukup jelas.



    Pasal 44
    Cukup jelas.

    Pasal 45
    Cukup jelas.

    Pasal 46
    Cukup jelas.

    Pasal 47
    Cukup jelas.

    Pasal 48
    Cukup jelas.

    Pasal 49
    Cukup jelas.

    Pasal 50
    Cukup jelas.

    Pasal 51
    Cukup jelas.

    Pasal 52
    Ayat (1)
    Cukup jelas.

    Ayat (2)
    Cukup jelas.

    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)


    Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34 yang dilakukan oleh korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
    a.
    mewakili korporasi;

    b.
    mengambil keputusan dalam korporasi;

    c.
    melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;

    d.
    melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.


    Pasal 53
    Cukup jelas.

    Pasal 54
    Cukup jelas.


    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
    Descartes
    Descartes
    Magician
    Magician


    Join date : 19.10.09

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by Descartes Thu Jan 07 2010, 17:39

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 40 TAHUN 1999
    TENTANG
    PERS

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undnag-Undang Dasar 1945 harus dijamin.
    b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
    c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
    d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
    e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
    f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d dan e perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers.
    Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;
    2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

    Dengan persetujuan
    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.

    BAB I
    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1
    Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:
    1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
    2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
    3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
    4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
    5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
    6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
    7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers asing.
    8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
    9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
    10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
    11. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
    12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau memberitahukan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
    13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
    14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.

    BAB II
    ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
    PERANAN PERS

    Pasal 2
    Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

    Pasal 3
    (1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
    (2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

    Pasal 4
    (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
    (2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
    (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
    (4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

    Pasal 5
    (1) Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
    (2) Pers wajib melayani Hak Jawab.
    (3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.

    Pasal 6
    Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
    a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
    b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan;
    c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
    d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
    c. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

    BAB III
    Wartawan

    Pasal 7
    (1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
    (2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

    Pasal 8
    Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

    BAB IV
    PERUSAHAAN PERS

    Pasal 9
    (1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
    (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.

    Pasal 10
    Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

    Pasal 11
    Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.

    Pasal 12
    Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

    Pasal 13
    Perusahaan pers dilarang memuat iklan:
    a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
    b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

    Pasal 14
    Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.

    BAB V
    DEWAN PERS

    Pasal 15
    (1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
    (2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
    a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
    b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
    c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
    d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
    e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
    f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
    g. mendata perusahaan pers.
    (3) Anggota Dewan Pers terdiri dari:
    a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
    b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
    c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
    (4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
    (5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
    (6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
    (7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:
    a. organisasi pers;
    b. perusahaan pers;
    c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.

    BAB VI
    PERS ASING

    Pasal 16
    Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    BAB VII
    PERAN SERTA MASYARAKAT

    Pasal 17
    (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
    (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
    a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
    b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

    BAB VIII
    KETENTUAN PIDANA

    Pasal 18
    (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) (2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
    (3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    BAB IX
    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 19
    (1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
    (2) Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.

    BAB X
    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 20
    Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
    1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3235).
    2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1963 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
    dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 21
    Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

    Disahkan di Jakarta
    pada tanggal 23 September 1999
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 23 September 1999
    MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
    REPUBLIK INDONESIA,

    MULADI


    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 166

    PENJELASAN
    ATAS
    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 40 TAHUN 1999
    TENTANG
    PERS

    I. UMUM

    Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers.
    Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
    Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.
    Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah".
    Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
    Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat.
    Kontrol masyarakat dimaksud antara lain: oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dab Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.
    Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

    II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1
    Cukup jelas

    Pasal 2
    Cukup jelas

    Pasal 3
    Ayat (1)
    Cukup jelas
    Ayat (2)
    Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.

    Pasal 4
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
    Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.
    Ayat (2)
    Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada media cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku.
    Ayat (3)
    Cukup jelas
    Ayat (4)
    Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi.
    Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan.
    Hak Tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.

    Pasal 5
    Ayat (1)
    Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut.
    Ayat (2)
    Cukup jelas
    Ayat (3)
    Cukup jelas.

    Pasal 6
    Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.

    Pasal 7
    Ayat (1)
    Cukup jelas
    Ayat (2)
    Yang dimaksud dengan "Kode Etik Jurnalistik" adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

    Pasal 8
    Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" adalah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 9
    Ayat (1)
    Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers.
    Ayat (2)
    Cukup jelas

    Pasal 10
    Yang dimaksud dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi dan lain-lain.
    Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers.

    Pasal 11
    Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 12
    Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara:
    a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung jawab penerbitan serta nama dan alamat percetakan;
    b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik;
    c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter media yang bersangkutan.
    Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.
    Yang dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi.
    Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 13
    Cukup jelas

    Pasal 14
    Cukup jelas

    Pasal 15
    Ayat (1)
    Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional.
    Ayat (2)
    Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik.
    Ayat (3)
    Cukup jelas
    Ayat (4)
    Cukup jelas
    Ayat (5)
    Cukup jelas
    Ayat (6)
    Cukup jelas
    Ayat (7)
    Cukup jelas

    Pasal 16
    Cukup jelas

    Pasal 17
    Ayat (1)
    Cukup jelas
    Ayat (2)
    Untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat dibentuk lembaga organisasi pemantau media (media wach).

    Pasal 18
    Ayat (1)
    Cukup jelas
    Ayat (2)
    Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 12.
    Ayat (3)
    Cukup jelas

    Pasal 19
    Cukup jelas

    Pasal 20
    Cukup jelas

    Pasal 21
    Cukup jelas


    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3887
    JusT4FuN
    JusT4FuN
    Necromancer
    Necromancer


    Join date : 29.03.09
    Age : 31
    Lokasi : Ocean NeT

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by JusT4FuN Fri Jan 08 2010, 13:31

    ramenyo
    ragu aq nak print
    aowkakwoakw
    gek salah pulok
    tai"
    agek bae la
    aQ pinjem FC bae
    mls print
    sayang duitny
    aowkoakwk
    lol!
    Just4Happy
    Just4Happy
    Novice
    Novice


    Join date : 26.10.09
    Age : 31
    Lokasi : Destiny_NeT

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by Just4Happy Mon Jan 11 2010, 15:30

    ado yang bersedia dak print o0o
    tolong lah sesamo temen neh
    payah
    bangke
    licik
    [Tsundere] Tri_Edge
    [Tsundere] Tri_Edge
    Admin


    Join date : 04.03.09
    Age : 32
    Lokasi : Together with Yui talking about everything...

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by [Tsundere] Tri_Edge Wed Jan 13 2010, 20:07

    aku print be agek


    cubo2

    salah berejo
    [Tsundere] Tri_Edge
    [Tsundere] Tri_Edge
    Admin


    Join date : 04.03.09
    Age : 32
    Lokasi : Together with Yui talking about everything...

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by [Tsundere] Tri_Edge Wed Jan 13 2010, 20:08

    taeeeeeeeeeeeee 50halaman
    [Tsundere] Tri_Edge
    [Tsundere] Tri_Edge
    Admin


    Join date : 04.03.09
    Age : 32
    Lokasi : Together with Yui talking about everything...

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by [Tsundere] Tri_Edge Wed Jan 13 2010, 20:27

    ralat

    15 halaman

    tanpa penjelasan
    [Tsundere] Tri_Edge
    [Tsundere] Tri_Edge
    Admin


    Join date : 04.03.09
    Age : 32
    Lokasi : Together with Yui talking about everything...

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by [Tsundere] Tri_Edge Wed Jan 13 2010, 20:30

    quadruple post
    Descartes
    Descartes
    Magician
    Magician


    Join date : 19.10.09

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by Descartes Thu Jan 14 2010, 19:45

    Oi, kato aku e, undang2 yang pak maksud tentang prita itu (kalo dak salah) ialah UU ITE yang aku post, dak tau aku ngapo pak itu bilang salah..hwhwhw..
    Descartes
    Descartes
    Magician
    Magician


    Join date : 19.10.09

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by Descartes Thu Jan 14 2010, 20:34

    Nah, yang kemaren itu RUU ITE 2009, yang ini UU ITE 2008

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
    REPUBLIK INDONESIA
    UNDANG]UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR . TAHUN 2008
    TENTANG
    INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus
    senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
    b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
    masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan
    mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional
    sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal,
    merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan
    kehidupan bangsa;
    c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah
    menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
    secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk]bentuk perbuatan hukum
    baru;
    d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus
    dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan
    kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang]undangan demi kepentingan
    nasional;
    e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan
    pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
    f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui
    infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi
    dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan
    memperhatikan nilai]nilai agama dan social budaya masyarakat Indonesia;
    g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
    huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f perlu membentuk Undang]Undang tentang
    Informasi dan Transaksi Elektronik;

    Mengingat :
    Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang]Undang Dasar Negara Republik Indonesia
    Tahun 1945;

    Dengan Persetujuan Bersama
    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
    dan
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
    MEMUTUSKAN:
    Menetapkan : UNDANG]UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
    ELEKTRONIK.



    BAB I
    KETENTUAN UMUM
    Pasal 1

    Dalam Undang]Undang ini yang dimaksud dengan:

    1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
    tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
    interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
    sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah
    diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
    memahaminya.
    2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
    Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
    3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
    menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan
    informasi.
    4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
    dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
    optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
    Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
    gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
    simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang
    yang mampu memahaminya.
    5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
    berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
    menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi
    Elektronik.
    6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh
    penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
    7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih,
    yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
    8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk
    melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara
    otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
    9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda
    Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak
    dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi
    Elektronik.
    10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai
    pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
    11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh
    profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan
    kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi
    Elektronik.
    12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik
    yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang
    digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
    13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan
    Tanda Tangan Elektronik.
    14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem
    yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
    15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri
    sendiri atau dalam jaringan.
    16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di
    antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau
    Sistem Elektronik lainnya.
    17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem
    Elektronik.
    18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik.
    19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik dari Pengirim.
    20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
    dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,
    yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan
    lokasi tertentu dalam internet.
    21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara
    asing, maupun badan hukum.
    22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik
    yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
    23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

    Pasal 2
    Undang]Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
    sebagaimana diatur dalam Undang]Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
    Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
    wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
    kepentingan Indonesia.

    BAB II
    ASAS DAN TUJUAN
    Pasal 3

    Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan
    asas kepastian hukum, manfaat, kehati]hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih
    teknologi atau netral teknologi.

    Pasal 4

    Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan
    untuk:
    a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
    b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
    meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
    c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
    d. membuka kesempatan seluas]luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan
    pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
    Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
    e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
    penyelenggara Teknologi Informasi.



    BAB III
    INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

    Pasal 5

    (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
    merupakan alat bukti hukum yang sah.
    (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
    sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
    (3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
    menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
    Undang]Undang ini.
    (4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
    a. surat yang menurut Undang]Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
    b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang]Undang harus dibuat dalam
    bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

    Pasal 6

    Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
    mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi
    Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang
    tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
    dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

    Pasal 7

    Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak
    Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
    memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada
    padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan
    Perundang]undangan.

    Pasal 8

    (1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
    Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem
    Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem
    Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
    (2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
    Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
    (3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk
    menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik
    dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
    (4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam
    pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik,
    maka:
    a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
    Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali
    Pengirim;
    b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
    Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali
    Penerima.

    Pasal 9

    Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan
    informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan
    produk yang ditawarkan.

    Pasal 10

    (1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi
    oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.

    (2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Pasal 11

    (1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah
    selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
    Tangan;
    b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
    elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
    c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
    penandatanganan dapat diketahui;
    d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
    Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
    e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
    Penandatangannya; dan
    f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
    memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
    (2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 12

    (1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban
    memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
    (2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    sekurang]kurangnya meliputi:
    a. Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
    b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati]hatian untuk menghindari
    penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan
    Elektronik;
    c. Penanda Tangan harus tanpa menunda]nunda, menggunakan cara yang
    dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang
    layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang
    oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau
    kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
    1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan
    Elektronik telah dibobol; atau
    2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko
    yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan
    Elektronik; dan
    d. Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan
    Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua
    informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
    (3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang
    timbul.

    BAB IV
    PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
    Bagian Kesatu
    Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

    Pasal 13

    (1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk
    pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
    (2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda
    Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
    (3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
    a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
    b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
    (4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan
    berdomisili di Indonesia.
    (5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus
    terdaftar di Indonesia.
    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 14

    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
    sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti
    kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
    a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
    b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan
    Elektronik; dan
    c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda
    Tangan Elektronik.

    Bagian Kedua
    Penyelenggaraan Sistem Elektronik

    Pasal 15

    (1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik
    secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem
    Elektronik sebagaimana mestinya.
    (2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan
    Sistem Elektroniknya.
    (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
    dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
    pengguna Sistem Elektronik.

    Pasal 16

    (1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang]undang tersendiri, setiap
    Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang
    memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
    a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
    secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
    Perundang]undangan;
    b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan
    keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik
    tersebut;
    c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan
    Sistem Elektronik tersebut;
    d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
    informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
    dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
    e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan,
    dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
    (2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB V
    TRANSAKSI ELEKTRONIK

    Pasal 17

    (1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun
    privat.
    (2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi
    Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.



    Pasal 18

    (1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para
    pihak.
    (2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi
    Elektronik internasional yang dibuatnya.
    (3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik
    internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
    Internasional.
    (4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase,
    atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
    sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang
    dibuatnya.
    (5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
    penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
    alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
    transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

    Pasal 19

    Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik
    yang disepakati.

    Pasal 20

    (1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
    penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
    (2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

    Pasal 21

    (1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak
    yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
    (2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan
    Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
    a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
    Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
    b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam
    pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
    c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
    Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
    (3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik
    akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala
    akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
    (4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik
    akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi
    tanggung jawab pengguna jasa layanan.
    (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
    dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
    pengguna Sistem Elektronik.
    Pasal 22

    (1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen
    Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan
    perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB VI
    NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
    DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

    Pasal 23

    (1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak
    memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
    (2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha
    secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
    (3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang
    dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain,
    berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

    Pasal 24

    (1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
    (2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat,
    Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang
    diperselisihkan.
    (3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain
    yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan
    Peraturan Perundangundangan.
    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 25

    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya
    intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai
    Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang]undangan.

    Pasal 26

    (1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang]undangan, penggunaan setiap
    informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus
    dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
    (2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang]Undang
    ini.

    BAB VII
    PERBUATAN YANG DILARANG

    Pasal 27

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
    mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
    mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
    (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
    mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
    baik.
    (4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
    mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

    Pasal 28

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
    menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
    untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
    masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

    Pasal 29

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut]nakuti yang
    ditujukan secara pribadi.

    Pasal 30

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
    Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
    Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
    memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
    (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
    Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,
    menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

    Pasal 31

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
    intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
    dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
    intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
    tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
    Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa
    pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
    penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
    ditransmisikan.
    (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi
    yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian,
    kejaksaan, dan/atau institusi penegak hokum lainnya yang ditetapkan berdasarkan
    undang]undang.
    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 32

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
    pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
    menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
    dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
    pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
    Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
    (3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan
    terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
    rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak
    sebagaimana mestinya.

    Pasal 33

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan
    apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan
    Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

    Pasal 34

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
    menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
    menyediakan, atau memiliki:
    a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara
    khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
    b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang
    ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan
    memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
    Pasal 33.
    (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan
    untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk
    perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

    Pasal 35

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
    manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik
    dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau
    Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah]olah data yang otentik.

    Pasal 36

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
    perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang
    mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

    Pasal 37

    Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap
    Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

    BAB VIII
    PENYELESAIAN SENGKETA

    Pasal 38
    (1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan
    Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan
    kerugian.
    (2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang
    menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi
    yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan
    Perundang]undangan.

    Pasal 39

    (1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang]
    undangan.
    (2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para
    pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian
    sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang]
    undangan.

    BAB IX
    PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

    Pasal 40

    (1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
    sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang]undangan.
    (2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai
    akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang
    mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang]
    undangan.
    (3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis
    yang wajib dilindungi.
    (4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat
    Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke
    pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
    (5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik
    dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang
    dimilikinya.
    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 41

    (1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui
    penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik
    sesuai dengan ketentuan Undang]Undang ini.
    (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan
    melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
    (3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan
    mediasi.

    BAB X
    PENYIDIKAN

    Pasal 42

    Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang]Undang ini,
    dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam
    Undang]Undang ini.

    Pasal 43

    (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri
    Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
    di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus
    sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang]Undang tentang Hukum
    Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi
    Informasi dan Transaksi Elektronik.
    (2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap
    privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data
    sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang]undangan.
    (3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan
    dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
    (4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
    (5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
    a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
    berdasarkan ketentuan Undang]Undang ini;
    b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa
    sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana
    di bidang terkait dengan ketentuan Undang]Undang ini;
    c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan
    dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang]Undang ini;
    d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut
    diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang]Undang ini;
    e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan
    kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
    pidana berdasarkan Undang]Undang ini;
    f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan
    sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan
    Undang]Undang ini;
    g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan
    Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan
    Peraturan Perundangundangan;
    h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana
    berdasarkan Undang]Undang ini; dan/atau
    i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang]
    Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
    (6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut
    umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu
    satu kali dua puluh empat jam.
    (7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi
    dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan
    dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
    (8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi
    Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi
    informasi dan alat bukti.

    Pasal 44

    Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut
    ketentuan Undang]Undang ini adalah sebagai berikut:
    a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang]undangan; dan
    b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1),
    ayat (2), dan ayat (3).

    BAB XI
    KETENTUAN PIDANA

    Pasal 45

    (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
    (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
    (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
    rupiah).
    (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
    (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
    dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
    (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
    dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

    Pasal 46

    (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
    (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
    (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
    (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
    (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
    (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

    Pasal 47

    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
    atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
    denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

    Pasal 48

    (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
    (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
    (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
    (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
    (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
    (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    Pasal 49

    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana
    dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
    Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

    Pasal 50

    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
    dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
    banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

    Pasal 51

    (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
    dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
    (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
    dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
    paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

    Pasal 52

    (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
    menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan
    pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
    (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal
    37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
    Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan
    untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
    (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal
    37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
    Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis
    termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan,
    keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana
    maksimal ancaman pidana pokok masing]masing Pasal ditambah dua pertiga.
    (4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
    Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua
    pertiga.

    BAB XII
    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 53

    Pada saat berlakunya Undang]Undang ini, semua Peraturan Perundang]undangan
    dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang
    tidak bertentangan dengan Undang]Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

    BAB XIII
    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 54

    (1) Undang]Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
    (2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah
    diundangkannya Undang]Undang ini. Agar setiap orang mengetahuinya,
    memerintahkan pengundangan Undang]Undang ini dengan penempatannya dalam
    Lembaran Negara Republik Indonesia.

    Disahkan di Jakarta
    pada tanggal
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
    ANDI MATTALATA
    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
    JusT4FuN
    JusT4FuN
    Necromancer
    Necromancer


    Join date : 29.03.09
    Age : 31
    Lokasi : Ocean NeT

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by JusT4FuN Fri Jan 15 2010, 15:41

    GG oy print lagi
    bkn katek gawe
    aokwkaowkoakwkawk
    MAHAL TINTA
    ^_^
    HACKER 0809
    HACKER 0809
    Novice
    Novice


    Join date : 08.05.09

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by HACKER 0809 Mon Jan 25 2010, 20:23

    ayam gilo
    JusT4FuN
    JusT4FuN
    Necromancer
    Necromancer


    Join date : 29.03.09
    Age : 31
    Lokasi : Ocean NeT

    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by JusT4FuN Tue Jan 26 2010, 13:48

    parah sapo tuh
    zzzz
    niad"

    Sponsored content


    Undang-Undang Pers dan ITE Empty Re: Undang-Undang Pers dan ITE

    Post by Sponsored content


      Waktu sekarang Sun May 19 2024, 16:52