SELADA's Community

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

2 posters

    tugas kuMiZ tentang berpidato

    JusT4FuN
    JusT4FuN
    Necromancer
    Necromancer


    Join date : 29.03.09
    Age : 31
    Lokasi : Ocean NeT

    tugas kuMiZ tentang berpidato Empty Re: tugas kuMiZ tentang berpidato

    Post by JusT4FuN Mon Feb 22 2010, 16:57

    yang lbeh lengkaP
    >>>>>>>>
    JusT4FuN
    JusT4FuN
    Necromancer
    Necromancer


    Join date : 29.03.09
    Age : 31
    Lokasi : Ocean NeT

    tugas kuMiZ tentang berpidato Empty Re: tugas kuMiZ tentang berpidato

    Post by JusT4FuN Mon Feb 22 2010, 16:58

    Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara langsung bertatap muka. Oleh karena itu, istilah retorika seringkali disamakan dengan istilah pidato. Pada kesempatan ini, kita akan sama-sama membicarakan dan berlatih bagaimana kita harus mempersiapkan dan melakukan pidato, agar pidato kita itu memiliki daya tarik, informatif, rekreatif, dan persuasif.
    JENIS-JENIS PIDATO
    Berdasarkan pada ada tidaknya persiapan, sesuai dengan cara yang dilakukan waktu persiapan, kita dapat membagi jenis pidato kedalam empat macam, yaitu: impromtu, manuskrip, memoriter, dan ekstempore.
    Pidato impromtu adalah pidato yang dilakukan secara tiba-tiba, spontan, tanpa persiapan sebelumnya. Apabila Anda menghadiri sebuah acara pertemuan, tiba-tiba Anda dipanggil untuk menampaikan pidato, maka pidato yang Anda lakukan disebut impromtu.
    Bagi juru pidato yang berpengalaman, impromtu memiliki beberapa keuntungan: (1) Impromtu lebih dapat mengungkapkan perasaan pembicara yang sebenarnya, karena pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang disampaikannya, (2) Gagasan dan pendapatnya dating secara spontan, sehingga tampak segar dan hidup, dan (3) Impromtu memungkinkan Anda terus berpikir.
    Tetapi bagi juru pidato yang masih “hijau”, belum berpengalaman, keuntungan-keuntungan di atas tidak akan tampak, bahkan dapat mendatangkan kerugian sebagai berikut: (1) Impromtu dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah, karena dasar pengetahuan yang tidak memadai, (2) Impromtu mengakibatkan penyampaian yang tersendat-sendat dan tidak lancar, (3) gagasan yang disampaikan bisa “acak-acakan” dan ngawur, dan (4) Karena tiadanya persiapan, kemungkinan “demam panggung” besar sekali. Jadi, bagi yang belum berpengalaman, impromtu sebaiknya dihindari daripada Anda tampak “bodoh” di hadapan orang lain.
    Pidato Manuskrip adalah pidato dengan naskah. Juru pidato membacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Di sini lebih tepat jika kita menyebutnya”membacakan pidato” dan bukan “menyampaikan pidato”. Pidato manuskrip perlu dilakukan jika isi yang disampaikan tidak boleh ada kesalahan. Misalnya, ketika Anda diminta untuk melaporkan keadaan keuangan DKM, berapa pemasukan, dari mana saja sumbernya, dan berapa pengeluaran serta untuk apa uang dikeluarkan, Anda perlu menuliskannya dalam bentuk naskah dan baru kemudian membacakannya.
    Pidato manuskrip tentu saja bukan jenis pidato yang baik walaupun memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut: (1) Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang tepat dan pernyataan yang gamblang, (2) Pernyataan dapat dihemat, karena manuskrip dapat disusun kembali, (3) Kefasihan bicara dapat dicapai karena kata-kata sudah disiapkan, (4) Hal-hal yang ngawur atau menyimpang dapat dihindari, dan (5) Manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak.
    Namun demikian, ditinjau dari proses komunikasi, pidato manuskrip kerugiannya cukup berat: (1) Komunikasi pendengar akan akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung kepada mereka, (2) Pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik karena ia lebih berkonsentrasi pada teks pidato, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku, (3) Umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan, dan (4) Pembuatannya lebih lama.
    Pidato Memoriter adalah pidato yang ditulis dalam bentuk naskah kemudian dihapalkan kata demi kata, seperti seorang siswa madrasah menyampaikan nasihat pada acara imtihan. Pada pidato jenis ini, yang penting Anda memiliki kemampuan menghapalkan teks pidato dan mengingat kata-kata yang ada di dalamnya dengan baik. Keuntungannya (jika hapal), pidato Anda akan lancar, tetapi kerugiannya Anda akan berpidato secara datar dan monoton, sehingga tidak akan mampu menarik perhatian hadirin.
    Pidato Ekstempore adalah pidato yang paling baik dan paling sering digunakan oleh juru pidato yang berpengalaman dan mahir. Dalam menyampaikan pidato jenis ini, juru pidato hanya menyiapkan garis-garis besar (out-line) dan pokok-pokok bahasan penunjang (supporting points) saja. Tetapi, pembicara tidak berusaha mengingat atau menghapalkannya kata demi kata. Out-line hanya merupakan pedoman untuk mengatur gagasan yang ada dalam pikiran kita. Keuntungan pidato ekstempore ialah komunikasi pendengar dan pembicara lebih baik karena pembicara berbicara langsung kepada pendengar atau khalayaknya, pesan dapat fleksibel untuk diubah sesuai dengan kebutuhan dan penyajiannya lebih spontan. Pidato jenis ini memerlukan latihan yang intensif bagi pelakunya.
    Jenis-jenis pidato juga dapat kita identifikasi berdasarkan tujuan pokok pidato yang kita sampaikan. Berdasarkan tujuannya, kita mengenal jenis-jenis pidato: pidato informatif, pidato persuasif, dan pidato rekreatif. Pidato informatif adalah pidato yang tujuan utamanya untuk menyampaikan informasi agar orang menjadi tahu tentang sesuatu. Pidato pesuasif adalah pidato yang tujuan utamanya membujuk atau mempengaruhi orang lain agar mau menerima ajakan kita secara sukarela bukan sukar rela. Pidato rekreatif adalah pidato yang tujuan utamanya adalah menyenangkan atau menghibur orang lain. Namun demikian, perlu kita sadari bahwa dalam kenyataannya ketiga jenis pidato ini tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling melengkapi satu sama lain. Perbedaan di antara ketiganya semata-mata hanya terletak pada titik berat (emphasis) tujuan pokok pidato kita.
    TAHAP PERSIAPAN PIDATO
    Sebelum berpidato, berdakwah, atau berceramah, kita harus mengetahui lebih dulu apa yang akan kita sampaikan dan tingkah laku apa yang diharapkan dari khalayak kita; bagaimana kita akan mengembangkan topik bahasan. Dengan demikian, dalam tahap persiapan pidato, ada dua hal yang harus kita lakukan, yaitu: (1) Memilih Topik dan Tujuan Pidato dan (2) Mengembangkan Topik Bahasan.
    Teknik Mengembangkan Pokok Bahasan
    Bila topik yang baik sudah ditemukan, kita memerlukan keterangan untuk menunjang topik tersebut. Keterangan penunjang (supporting points) dipergunakan untuk memperjelas uraian, memperkuat kesan, menambah daya tarik, dan mempermudah pengertian.
    Ada enam macam teknik pengembangan bahasan dalam berpidato:
    1. Penjelasan
    2. Contoh
    3. Analogi
    4. Testimoni
    5. Statistik
    6. Perulangan
    Penjelasan. Penjelasan adalah memberikan keterangan terhadap istilah atau kata-kata yang disampaikan. Memberikan penjelasan dapat dilakukan dengan cara memberikan pengertian atau definisi. Misalnya, istilah Iman kepada Allah Anda jelaskan dengan kalimat: “Iman adalah rasa percaya dan yakin akan kebenaran adanya Allah di dalam hati dan dibuktikan dengan perbuatan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.”
    Contoh. Contoh adalah upaya untuk mengkongkretkan gagasan, sehingga lebih mudah untuk dipahami. Contoh dalam pidato dapat berupa cerita yang rinci yang disebut ilustrasi. Untuk memberikan contoh tetantang kesabaran, misalnya Anda menggunakan cerita tentang kesabaran Nabi Ayub dalam menghadapi cobaan Allah melalui penyakit kulit yang dideritanya.
    Analogi. Analogi adalah perbandingan antara dua hal atau lebih untuk menunjukkan persamaan atau perbedaannya. Ada dua macam analogi: analogi harfiyah dan analogi kiasan.
    Analogi harfiyah (literal analogy) adalah perbandingan di antara objek-objek dari kelompok yang sama, karena adanya persamaan dalam beberapa aspek tertentu. Misalnya, membandingkan manusia dengan monyet secara biologis. Analogi kiasan adalah perbandingan di antara objek-objek di antara kelompok yang tidak sama. Misalnya, membandingkan ke-Esaan Allah dengan menggunakan ayat Al-Quran dan Injil.
    Testimoni. Testimoni ialah pernyataan ahli yang kita kutip untuk menunjang pembicaraan kita. Pendapat ahli itu dapat kita ambil dari pidato seorang ahli, tulisan di surat kabar, acara televisi, dan lain-lain, termasuk kutipan dari kitab suci, hadits, dan sejenisnya. Misalnya, untuk memperkuat perkataan Anda tentang betapa mulianya akhlak Nabi Muhammad SAW, Anda mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah atau Bukhori-Muslim.
    Statistik. Statistik adalah angka-angka yang dipergunakan untuk menunjukkan perbandingan kasus dalam jenis tertentu. Statistik diambil untuk menimbulkan kesan yang kuat, memperjelas, dan meyakinkan. Misalnya, untuk melukiskan betapa bokbroknya akhlak generasi muda di Indonesia, Anda menggunakan kalimat, “Wahai saudara-saudara, menurut hasil penelitian, saat ini lebih dari 65 persen remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks sebelum nikah…”
    Perulangan. Perulangan adalah menyebutkan kembali gagasan yang sama dengan kata-kata yang berbeda. Perulangan berfungsi untuk menegaskan dan mengingatkan kembali.
    Dengan menggunakan keenam teknik pengembangan pokok bahasan tersebut (secara berganti-ganti), maka pidato atau dakwah yang Anda sampaikan insya Allah tidak akan membosankan pendengar, tapi sebaliknya dakwah Anda akan tampak penuh variasi dan tidak membosankan untuk didengar.
    TAHAP PENYUSUNAN PIDATO
    Seringkali kita mendengar seseorang yang berpidato panjang tanpa memperoleh apa-apa daripadanya selain kelelahan dan kebosanan. Hal ini biasanya disebabkan pembicara mempunyai bahan yang banyak tetapi tidak mampu mengorganisasikannya. Pidato yang tidak teratur, bukan hanya menjengkelkan pendengarnya, tetapi juga akan membingungkan pembicaranya itu sendiri. Ibarat pakaian yang harganya sangat mahal, pasti akan membuat orang yang melihatnya tertawa sisnis jika dipakai secara acak-acakan. Herbert Spencer pernah berkata, “Kalau pengetahuan orang itu tidak teratur, maka makin banyak pengetahuan yang dimilikinya, makin besar pula kekacauan pikirannya.”
    Pada pidato, keteraturan merangkai kata-kata akan sangat menentukan daya tarik pidato itu sendiri. Bila tentara bermain-main dengan peluru, maka orator (jago pidato) bermain dengan kata-kata. Bagaimana kata-kata itu harus kita mainkan dalam pidato? Kita akan membahasnya secara teknis.
    Prinsip-prinsip Komposisi Pidato
    Banyak cara menyusun pesan pidato, tetapi semuanya harus didasari dengan tiga prinsip komposisi. Prinsip-prinsip ini mempengaruhi seluruh organisasi pesan. Raymond S. Ross berkata, “These three great rhetorical principles…have a profound bearing upon how we should organize messages.” Ketiga prinsip itu adalah: kesatuan (unity), pertautan (coherence), dan titik berat (emphasis).
    Kesatuan (unity)
    Komposisi yang baik harus merupakan kesatuan yang utuh, yang meliputi kesatuan dalam isi, tujuan, dan sifat (mood). Dalam isi, harus ada gagasan tunggal yang mendominasi seluruh uraian, yang menentukan dalam pemilihan bahan-bahan penunjang. Bila tema dakwah kita adalah “Pembuktian Adanya Tuhan Secara Aqliyah”, maka kita tidak membicarakan sifat-sifat Tuhan, macam-macam Tuhan, atau dalil-dalil naqli tentang adanya Tuhan. Di sini kita mungkin hanya membicarakan argumentasi logika dan moral tentang keberadaan Tuhan dihubungkan dengan mahluk ciptaan-Nya; setiap benda ciptaan dihubungkan dengan yang menciptakannya; ada ciptaan pasti ada pencipta.
    Komposisi juga harus mempunyai satu macam tujuan. Satu tujuan di antara yang tiga -memberitahukan, mempengaruhi, dan menghibur- harus dipilih. Dalam pidato mempengaruhi (persuasif) boleh saja kita menyelipkan cerita-cerita lucu, sepanjang cerita lucu itu menambah daya persuasi. Bila cerita lucu itu tidak ada hubungannya dengan persuasi, betapa pun menariknya ia harus kita buang. Dalam pidato informatif, humor dipergunakan dengan pertimbangan dapat memperjelas uraian.
    Kesatuan juga harus tampak dalam sifat pembicaraan (mood). Sifat pembicaraan mungkin serius, informal, formal, anggun, atau bermain-main. Kalau Anda memilih sifat informal, maka suasana formalitas harus mendominasi seluruh uraian. Ini menentukan pemilihan bahan, gaya bahasa, atau pemilihan kata-kata. Misalnya, dalam suasana informal gaya pidato seperti bercakap-cakap (conversational) dan akrab (intimate) lebih tepat untuk digunakan dibanding gaya pidato ceramah.
    Untuk pempertahankan kesatuan dalam pidato, bukan saja diperlukan ketajaman pemikiran, tetapi juga kemauan untuk membuang hal-hal yang mubazir. Kurangnya kesatuan akan menyebankan pendengar menilai pidato kita sebagai pidato yang “ngawur” bertele-tele, tidak jelas apa yang dibicarakan, “meloncat-loncat”.
    Pertautan (coherence)
    Pertautan menunjukkan urutan bagian uraian yang berkaitan satu sama lain. Pertautan menyebabkan perpindahan dari pokok yang satu kepada pokok yang lainnya berjalan lancar. Sebaliknya, hilangnya pertautan menimbulkan gagasan yang tersendat-sendat atau pendengar tidak akan mampu menarik gagasan pokok dari seluruh pembicaraan. Ini biasanya disebabkan perencanaan yang tidak memadai, pemikiran yang ceroboh, dan penggunaan kata-kata yang jelek.
    Untuk memelihara pertautan dapat dipergunakan tiga cara: ungkapan penyambung (connective phrases), pararelisme, dan gema (echo). Ungkapan penyambung adalah sebuah kata atau lebih yang digunakan untuk merangkaikan bagian-bagian. Contoh-contoh ungkapan penyambung: karena itu, walaupun, jadi, selain itu, sebaliknya, misalnya, sebagai contoh, dengan perkataan lain, sebagai ilustrasi, bukan saja, … dan sebagainya.
    Paralelisme ialah mensejajarkan struktur kalimat yang sejenis dengan ungkapan yang sama untuk setiap pokok pembicaraan. Misalnya, “Ulama sebagai Pemuka Pendapat memiliki empat ciri: Ia mengetahui lebih banyak, ia berpendidikan lebih tinggi, ia mempunyai status sosial yang lebih terhormat, dan ia lebih sering bepergian ke luar sistem sosial dibandingkan dengan anggota masyarakat yang lain.”
    Gema (echo) berarti kata atau gagasan dalam kalimat terdahulu diulang kembali pada kalimat baru. Pada contoh di bawah ini, yang dicetak miring adalah “gema”.
    Keempat ciri ulama di atas sangat menentukan tingkat partisipasinya dalam mengemukakan pendapat. Yang disebut terakhir, yaitu sering bepergian ke luar sistem sosial, sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan ulama dalam menyerap ide-ide pembaruan.
    Gema dapat berupa persamaan kata (sinonim), perulangan kata, kata ganti seperti itu, itu, hal tersebut, ia, mereka, atau istilah lain yang menggantikan kata-kata yang terdahulu.
    Titik Berat (emphasis)
    Bila kesatuan dan pertautan membantu pendengar untuk mengikuti dengan mudah jalannya pembicaraan, titik berat menunjukkan mereka pada bagian-bagian penting yang patut diperhatikan. Hal-hal yang harus dititikberatkan bergantung pada isis komposisi pidato, tetapipokok-pokoknya hampir sama. Gagasan utama (central ideas), ikhtisar uraian, pemikiran baru, perbedaan pokok, hal yang harus dipikirkan khalayak pendengar adalah contoh-contoh bagian yang harus dititikbrratkan, atau ditekankan. Dalam pesan tertulis, titik berat dapat dinyatakan dengan tanda garis bawah, huruf miring, huruf tebal, atau huruf besar. Dalam uraian lisan, titik berat dapat dinyatakan dengan hentian, tekanan suara yang dinaikkan, perubahan nada (intonasi), isyarat, dan sebagainya. Dapat pula didahului dengan keterangan penjelas seperti “Akhirnya sampailah pada inti pembicaraan saya”, atau “Saudara-saudara, yang terpenting bagi kita adalah …”, dan sebagainya.
    Teknik Menyusun Pesan Pidato
    H.A. Overstreet, seorang ahli ilmu jiwa untuk mempengaruhi manusia, berkata, “let your speech march”. Suruh pidato Anda berbaris tertib seperti barisan tentara dalam suatu pawai. Pidato yang tersusun tertib (well-organized) akan menciptakan suasana yang favorable, membangkitkan minat, memperlihatkan pembagian pesan yang jelas, sehingga memudahkan pengertian, mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran secara logis. Pengorganisasian pesan dapat dilihat menurut isi pesan itu sendiri atau dengan mengikuti proses berpikir manusia. Yang pertama kita sebut organisasi pesan (messages organization) dan yang kedua disebut pengaturan pesan (message arrangement).
    Organisasi Pesan
    Organisasi pesan dapat mengikuti enam macam urutan (sequence), yaitu: deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Urutan deduktif dimulai dengan menyatakan dulu gagasan utama, kemudian memperjelasnya dengan keterangan penunjang, penyimpulan, dan bukti. Sebaliknya, dalam urutan induktif kita mengemukakan perincian-perincian dan kemudian menarik kesimpulan. Jika Anda menyatakan dulu mengapa perlu menghentikan kebiasaan merokok, lalau menguraikan alasan-alasannya, Anda menggunakan urutan deduktif. Tetapi bila Anda menceritakan sekian banyak contoh dan pernyataan dokter tentang akibat buruk merokok dan kemudian Anda menyimpulkan bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan, maka Anda menggunakan urutan induktif.
    Dalam urutan kronologis, pesan disusun berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa. Bila Anda diminta untuk berbicara tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa Isra dan Mi’raj, Anda dapat membagi pesan sebagai berikut: (1) Kisah Perjalanan Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan (2) Kisah Perjalan Nabi dan Malaikat Jibril dari Masjidil Aqsa ke Mustawan.
    Dalam urutan logis, pesan disusun berdasarkan sebab ke akibat atau dari akibat ke sebab. Bila Anda menjelaskan proses kekufuran dari sebab-sebabnya lalu ke gejala-gekalnya, maka Anda mengikuti urutan logis dari sebab ke akibat. Tetapi jika Anda memulai pembicaraan dari gejala-gejala atau tanda-tanda kekufuran, seperti seringnya seseorang bebuat syirik, meninggalkan kewiban sholat, memuja kuburan, lalu kemudian menjelaskan sebab-sebabnya, maka Anda mengikuti urutan logis dari akibat ke sebab.
    Dalam urutan spasial, pesan disusun berdasarkan tempat. Cara ini dipergunakan jika pesan berhubungan dengan subjek geografis atau keadaan fisik lokasi. Ceramah tentang kisah perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam, dapat disusun: (1) Kisah perjuangan Nabi di ketika di Mekah dan (2) Kisah Perjuangan Nabi di Madinah.
    Dalam urutan topikal, pesan disusun berdasarkan topik pembicaraan: klasifikasinya, dari yang penting ke yang kurang penting, dari yang mudah ke yang sukar, dari yang dikenal ke yang asing. Ketika Anda diminta untuk berceramah tentang “Tiga Mutiara Hidup”, Anda menyusun topik pembicaraan mulai dari membicarakan masalah: Iman, Islam, dan Ikhsan, maka pidato Anda dapat dikatakan menggunakan urutan secara kronologis.
    Pengaturan Pesan
    Bila pesan sudah terorganisasi dengan baik, kita masih perlu menyesuaikan organisasi pesan ini dengan cara berpikir khalayak pendengar. Urutan pesan yang sejalan dengan proses berpikir manusia disebut oleh Alan H. Monroe sebagai motivated sequence (urutan bermotif). Menurut Monroe, ada lima tahap urutan bermotif: perhatian (attention), kebutuhan (needs), pemuasan (satisfaction), visualisasi (visualization), dan tindakan (action).
    Dengan demikian, pidato yang baik dan efektif adalah pidato yang sejak awal mampu membangkitkan perhatian khalayak pendengar, mampu membuat pendengar merasakan adanya kebutuhan tertentu, memberikan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan tersebut, dapat menggambarkan dalam pikirannya penerapan usul yang dianjurkan kepadanya, dan akhirnya mampu menggerakkan khalayak untuk bertindak sesuai anjuran kita.
    Misalnya, kita akan mengajak seseorang untuk memotong rambutnya yang gondrong. Anda memuali pembicaraan dengan melontarkan perkataan: “Lihat rambutmu!!! Kutu-kutu bergelantungan dengan bebasnya…” Anda sedang memasuki tahap perhatian. Lalu Anda berkata lagi, “Kutu-kutu itu tentu membuat kepalamu gatal dan kamu pasti tidak bisa tidur nyenyak…” Anda tengah berada pada tahap membangkitkan kebutuhan. “Memotong rambut itu mudah dan murah, cukup dengan uang Rp 3.000 atau bahkan gratis…” Anda masuk pada tahap pemuasan. “Jika kamu tetap membiarkan rambutmu jabrig begitu dan membebaskan kutu-kutu menyedot darahmu, kamu tampak seperti orang kurang waras dan mustahil gadis-gadis di desa ini akan tertarik kepadamu…, tapi jika kamu cepat memotong dan merapihkan rambutmu, kutu-kutu itu akan segera mengucapkan selamat tinggal pada kepalamu dan gadis-gadis cantik akan mengucapkan selamat datang arjunaku…” Anda sudah masuk pada tahap visualisai. “Ayo, cukurlah rambutmu sekarang…!!!” Anda melakukan tahap tindakan.
    Membuat Garis-garis Besar Pidato
    Garis-garia besar (out-line) pidato merupakan pelengkap yang amat berharga bagi pembicara yang berpengalaman dan merupakan keharusan bagi pembicara yang belum berpengalaman. Garis besar pidato ibarat peta bumi bagi komunikator yang akan memasuki daerah kegiatan retorika. Peta ini memberikan petunjuk dan arah yang akan dituju. Garis besar yang salah akan mengacaukan “perjalanan” pembicaraan, dan garis besar yang teratur akan menertibkan “jalannya” pidato.
    Garis-garis besar pidato yang baik terdiri dari tiga bagian: pengantar, isi, dan penutup. Dengan menggunakan urutan bermotif dari Alan H. Monroe, kita dapat membaginya menjadi lima bagian: perhatian, kebutuhan, pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Perhatian ditempatkan pada pengantar; kebutuhan, pemuasan, dan visualisasi kita tempatkan pada isi; dan tindakan kita tempatkan pada penutup pidato.
    TAHAP MENYAMPAIKAN PIDATO
    Kita seringkali menyaksikan seseorang yang berpidato di mimbar bergetar (dalam bahasa Sunda: ngadegdeg), suaranya tersendat-sendat, muka dan badanya basah kuyup karena guyuran keringat yang mengalir deras. Hadirin diam, terkesima…bukan karena kagum pada penampilanny tetapi karena ………. kasihan dan tidak tega melihatnya. Dalamilmu komunikasi, keadaan seperti itu disebut kecemasan berkomunikasi (communication apprehension).
    Kecemasan berkomunikasi adalah batu sandungan yang besar bagi seorang pembicara. Ia menghilangkan kepercayaan diri. Kecemasan berkomunikasi amat mempengaruhi kredibilitas komunikator. Betapa pun bagusnya pesan yang Anda sampaikan, betapa pun sistematisnya organisasi pesan yang Anda buat, tanpa kepercayaan diri dan kredibilitas, Anda akan kehilangan pengaruh dan pendengar sekaligus.
    Sebab-sebab Kecemasan Komunikasi
    Orang mengalami kecemasan komunikasi disebabkan beberapa hal. Pertama, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak tahu bagaimana memulai pembicaraan. Ia tidak dapat memperkirakan apa yang diharpkan pendengar. Ia menghadapi sejumlah ketidakpastian. Untuk mengatasi sebab pertama ini, latihan dan pengalaman sangat diperlukan. Pengetahuan tentang retorika akan memberikan kepastian ke[adanya untuk memulai, melanjutkan, dan mengakhiri pembicaraan. Latihan-latihan akan memberikan pengalaman. Melalui latihan, ia akan dapat memastikan, atau paling tidak menduga, reaksi pendengarnya. Resepnya: “Bisa karena biasa”. Dale Carnegie memberikan nasihat yang singkat, “Lakukan apa yang Anda takut melakukannya”. Jadi, jika Anda takut berbicara di depan khalayak (orang banyak), cobalah berbicara di depan mereka.
    Sayang sekali, orang yang takut berpidato justru selalu menghindari kesempatan untuk itu. Makin sering ia menghindari bicara, makin sulit ia untuk melakukannya. Bila suatu saat ia “terjebak” untuk berbicara, ia tentu akan mengalami peristiwa yang sangat traumatis. Terjadilah lingkaran setan, ia makin membenci pidato, dan karena kebenciannya itu ia akan gagal terus dalam berpidato. Akhirnya, terbentuklah citra diri (self image): Saya tidak mempunyai bakat untuk berpidato. Saya tidak mampu berpidato. Saya memang tidak dilahirkan untuk berpidato, tetapi untuk mendengar. Dengan citra diri seperti itu, ia tidak akan memiliki kepercayaan diri (self confidence). Tanpa kepercayaan diri, ia gagal. Kegagalan akan memperburuk lagi citra diri. Begitulah seterusnya, seperti lingkaran setan.
    Kedua, orang menderita kecemasan komunikasi karena tahu ia akan dinilai oleh orang lain. Berhadapan dengan penilaian membuat orang menjadi gugup atau nervous. Penilaian dapat mengangkat dan menjatuhkan harga dirinya. Tetapi pada umumnya kita memperhatikan yang kedua. Bagaimana bila kita dipermalukan orang? Alangkah malunya bila humor yang kita buat tidak membuat orang tertawa, tetapi justru membuat orang menertawakan kita? Bagaimana kalau kita kelihatan tolol dan bodoh di hadapan orang banyak? Semua yang dutakutkan itu sebenarnya lebih banyak terdapat di dalam pikiran dan perasaan kita daripada dalam kenyataan. Seandainya pidato kita gagal, harga diri kita tidaklah akan jatuh serendah itu. Apalagi, berdasarkan pengalaman, kegagalan itu hanya terjadi pada percobaan-percobaan yang pertama saja, dan khalayk pendengar pun pasti memakluminya. Bukankah kita dulu waktu kecil pernah jatuh berkali-kali sebelum dapat berjalan dan berlari kencang seperti sekarang ini?
    Ketiga, kecemasan komunikasi dapat menimpa pemula, bahkan mungkin juga menimpa orangorang yang terkenal sebagai pembicara yang baik. Hal ini dapat terjadi jika pembicara berhadapan dengan situasi yang asing dan ia tidak siap. Misalnya, ia diminta berbnicara dihadapan khalayak yang tidak ia kenal dan mereka tidak mengenalnya; atau ia harus berbicara tentang persoalan yang sama sekali tidak dikuasainya; atau ia tidak punya cukup waktu untuk membuat persiapan. Cara mengatasinya: lakukan analisis situasi dan analisis khalayak, carilah topik pembicaraan yang paling Anda kuasai sehingga Anda tampak kredibel.
    Cara-cara Penyampaian Pidato
    Tahapan yang dilakukan dalam menyampaikan pidato secara garis besar terdiri dari tiga tahap: (1) Tahap Membuka Pidato, (2) Tahap Mengembangkan Isi Pidato, dan (3) Tahap Menutup Pidato.
    Pembukaan pidato adalah bagian penting dan menentukan. Kegagalan dalam membuka pidato akan menghancurkan seluruh komposisi dan presentasi pidato. Tujuan utama pembukaan pidato adalah membangkitkan perhatian , memperjelas latar belakang pembicaraan, dan menciptakan kesan yang baik mengenai komunikator. “Perhatian akan menentukan tindakan,” kata William James. Tetapi kesan pertama akan menentukan sikap. Karena itu seorang pembicara harus memulai pembicaraannya dengan penuh kesungguhan, sehingga ia kelihatan mantap, berwibawa, dan mampu. Ucapan-ucapan apologetis seperti minta maaf atau sikap merendahkan diri semuanya harus Anda hindari. Walaupun demikian, tidak baik pula Anda menepuk dada dan menyombongkan diri.
    Hal pertama kali yang harus Anda lakukan dalam tahap ini (tahap pembukaan) adalah mengesankan agar pendengar siap untuk memperhatikan Anda. Bangkitkan perhatian pendengar pada Anda dan topik yang akan Anda sampaikan! Bagaimana caranya? Di bawah ini diuraikan pedoman dalam membuka pidato, Anda dapat memilih salah satu di antara cara-cara di bawah ini:
    Menentukan Tujuan Pidato
    Ada dua macam tujuan pidato, yakni: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pidato biasanya dirumuskan dalam tiga hal: memberitahukan (informatif), mempengaruhi (persuasif), dan menghibur (rekreatif).
    Tujuan khusus ialah tujuan yang dapat dijabarkan dari tujuan umum. Tujuan khusus bersifat kongkret dan sebaiknya dapat diukur tingkat pencapaiannya atau dapat dibuktikan segera.
    DA
    DA
    Novice
    Novice


    Join date : 16.10.09
    Age : 2022
    Lokasi : Kota yang punyo kato-kato kotor terbanyak

    tugas kuMiZ tentang berpidato Empty Re: tugas kuMiZ tentang berpidato

    Post by DA Sun Feb 28 2010, 17:12

    Niad nian kw yam...
    Ak la dpet yg ck "ituan". wkwkw

    kartu kuning

    Sponsored content


    tugas kuMiZ tentang berpidato Empty Re: tugas kuMiZ tentang berpidato

    Post by Sponsored content


      Waktu sekarang Sun May 19 2024, 19:34